Bisnis Biometrik: Teknologi Identitas yang Kian Menjanjikan
Bisnis biometrik semakin mencuri perhatian di tengah meningkatnya kebutuhan keamanan digital dan efisiensi identitas. Teknologi ini menggunakan ciri unik manusia—seperti sidik jari, wajah, iris mata, hingga suara—untuk proses autentikasi, verifikasi, dan akses kontrol. Pasarnya terus tumbuh seiring adopsi di sektor perbankan, pemerintahan, kesehatan, dan teknologi konsumen.
Menurut laporan dari Grand View Research, pasar biometrik global diperkirakan menembus USD 100 miliar pada 2030, dengan CAGR lebih dari 15% per tahun. Asia menjadi salah satu wilayah pertumbuhan tercepat, didorong oleh digitalisasi layanan publik dan meningkatnya keamanan siber.
Perusahaan besar seperti Apple, Samsung, hingga startup seperti CLEAR dan Veriff berlomba mengembangkan sistem pengenal wajah dan biometrik multimodal. Di Indonesia, penggunaan biometrik juga mulai diperluas, terutama di sektor fintech dan pemerintahan, seperti integrasi e-KTP dengan sistem verifikasi biometrik.
Namun, tantangannya tak sedikit. Isu privasi dan penyalahgunaan data menjadi sorotan. Regulasi seperti GDPR di Eropa dan UU PDP di Indonesia mendorong perusahaan lebih hati-hati dalam pengumpulan dan penyimpanan data biometrik.
Secara bisnis, peluang terbuka lebar: dari perangkat keras (sensor) hingga layanan perangkat lunak (biometric-as-a-service). Kolaborasi dengan sektor publik, integrasi dengan AI, serta penggunaan dalam keamanan IoT diprediksi menjadi pendorong utama industri ini.
Singkatnya, biometrik bukan sekadar fitur keamanan, tapi telah menjelma jadi fondasi masa depan identitas digital. Bisnis yang masuk lebih awal berpotensi menguasai pasar global yang semakin kompetitif dan sangat bergantung pada kepercayaan.